Peringatan Hari Ibu ke – 90 Kota Gunungsitoli berlangsung dengan meriah pada hari Jumat, 21 Desember 2018 yang dilaksanakan di Taman Ya’ahowu Kota Gunungsitoli. Peringatan Hari Ibu tahun ini yang mengangkat Tema: “Bersama meningkatkan peran perempuan dan laki-laki dalam membangun ketahanan keluarga untuk kesejahteraan bangsa” mempunyai makna, bahwa perempuan Indonesia masa kini adalah perempuan yang sadar dan memahami hak dan kewajibannya sama dengan laki-laki.

Ini adalah prinsip kesetaraan yang mendasari tentang pentingnya pembagian tugas, peran dan tanggungjawab yang seimbang antara perempuan dan laki-laki mulai dari lingkup keluarga, masyarakat bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disampaikan oleh Walikota Gunungsitoli, Ir. Lakhomizaro Zebua dalam sambutannya pada Peringatan Hari Ibu tersebut.

“Peringatan Hari Ibu ke – 90 ini adalah momentum bagi kita semua untuk merenungkan tentang apa peranan para ibu bagi kita semua. Di Indonesia pada umumnya dan Kota Gunungsitoli pada khususnya telah banyak kaum ibu yang memiliki peran dan posisi strategis di berbagai tatanan kehidupan. Hal ini membuktikan bahwa seorang ibu mampu meningkatkan kualitas hidupnya secara mandiri” ujar beliau.

Peringatan Hari Ibu diharapkan dapat mendorong semua pemangku kepentingan untuk memberi perhatian dan pengakuan akan pentingnya eksistensi perempuan dalam berbagai sektor pembangunan. Hal ini adalah salah satu wujud dari peningkatan kualitas hidup, pemenuhan hak, dan kemajuan perempuan yang selaras dengan semangat awal ditetapkannya Hari Ibu.

Peringatan Hari Ibu ditetapkan berdasarkan Dekrit Presiden RI No. 316 Tahun 1959, yaitu ketika Kongres Perempuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 Desember 1928. Dalam pertemuan tersebut, dihadiri oleh organisasi-organisasi perempuan antara lain: Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyah,Wanita Mulyo, Perempuan-perempuan Sarekat Islam, Perempuan-perempuan Jong Java, Jong Islamten Bond dan Wanita Taman Siswa.

Pada kongres ini, perihal pentingnya pendidikan bagi kaum wanita begitu ditekankan dan menjadi topik utama pembahasan, karena pada masa itu, anak laki-laki mendapat tempat yang lebih prioritas dalam kehidupan keluarga dan juga pengaruh budaya yang sudah mengakar secara turun temurun dimana anak perempuan tidak akan jauh dari urusan rumah tangga saja. Kongres ini menjadi tempat bagi organisasi-organisasi perempuan untuk menyampaikan pendapatnya dan pemikiran-pemikiran, melalui kesenian dengan pesan yang kritis dan juga pidato-pidato yang pada masa itu didominasi oleh kaum laki-laki.

Organisasi-organisasi ini pasca pelaksanaan Kongres tersebut kemudian berdifusi menjadi Perserikatan Perempuan Indonesia dan setahun kemudian pada 1929, berganti nama menjadi Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia. Organisasi ini menyatakan bahwa mereka adalah bagian dari pergerakan nasional karena menurut mereka perempuan wajib ikut serta memperjuangkan martabat nusa dan bangsa.

Melihat sejarah ini, sudah sepatutnya para perempuan Indonesia, tidak hanya yang mempunyai status sebagai ibu saja, pun harus menyadari perannya dalam tatanan kehidupan. Peningkatan kualitas sebagai orang terdidik adalah mutlak sehingga mampu memberi pengaruh dan manfaat, tidak hanya bagi diri sendiri dan keluarga namun juga bagi lingkungan dan pembangunan dalam lingkup yang lebih luas.

Perempuan harus mampu tampil di depan, menjadi pemimpin dan berkarya sesuai dengan minat dan pengetahuannya masing-masing tanpa harus meninggalkan karakternya sebagai seorang perempuan sejati.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini